PENIWEN AFFAIR

Kecamatan Kromengan

 

Tragedi “ Peniwen Affair” adalah sebuah catatan sejarah Palang Merah di Malang yang kini diabadikan dalam sebuah monumen yang merupakan satu dari dua monumen Palang Merah yang diakui secara internasional.

Tahun 1949, ketika Indonesia mulai dihujani meriam, pada saat itu juga Belanda mulai memasuki kawasan Malang Raya. Desa-desa kecilpun tak luput dari incaran ’pasukan tak berprikemanusiaan’ itu. Termasuk desa Peniwen di kecamatan Kromengan (sebelah barat Kepanjen) Kabupaten Malang. Pertengahan Februari 1949, Belanda mulai memasuki Peniwen dan mulai menghujani Peniwen dengan peluru-peluru dan meriam. Mereka berdalih sedang mencari seorang pemberontak yang disembunyikan di Peniwen. Padahal pemberontak yang dimaksud adalah seorang pendeta yang sedang memperjuangkan hak-hak warga Peniwen. Mereka tidak hanya merusak materi akan tetapi menyeret dan memperkosa gadis-gadis Peniwen.

Tepat tanggal 19 Februari 1949, tentara-tentara memasuki Rumah Sakit Panti Husodho, sebuah rumah sakit yang digunakan untuk merawat korban peperangan. Tanpa ’permisi’ mereka mengobrak abrik infrastruktur di dalamnya. Pelajar yang saat itu mengabdi sebagai relawan (sekarang PMR), dipaksa keluar dari dalam rumah sakit dan diperintah jongkok berderet. Seketika itu peluru-peluru segera dihujamkan tepat di dada para relawan yang penuh dengan semangat perjuangan. Mereka membidik dada-dada itu seakan sedang membidik sebuah sasaran empuk dalam perburuan rusa.

Untuk mengenang kejadian itu, Bupati Malang, Edy Slamet bersama warga dan Palang Merah Indonesia mendirikan sebuah monumen yang dinamakan MONUMEN PENIWEN AFFAIR”.  Mereka yang meninggal dalam tragedi tersebut kini dimakamkan tepat di depan monumen. Dan untuk menghargai jasa mereka setiap malam tanggal 19 Februari selalu dilaksanakan serangkaian apel suci. Yang diikuti oleh warga, relawan dan anggota Palang Merah lainnya.

Share this Post: